Lontaran.com Praktik rekayasa laporan setoran parkir oleh sejumlah pengusaha kafe dan tempat hiburan malam (THM) di Kota Makassar terbongkar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi B DPRD Makassar, Jumat (2/5/2025). Rapat tersebut berlangsung di Ruang Rapat Badan Anggaran DPRD Makassar dengan menghadirkan perwakilan pelaku usaha, Direksi PD Parkir Makassar Raya, Dinas Perdagangan, serta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Anggota DPRD Makassar dari Fraksi PKB, Basdir, mengungkap hasil inspeksi mendadak (sidak) dewan di sejumlah lokasi usaha. Menurutnya, terdapat perbedaan mencolok antara kondisi parkiran di lapangan dengan laporan resmi yang disampaikan pengelola.
“Setelah kami sidak, terlihat jelas bahwa parkiran di sejumlah kafe dan THM penuh, baik saat akhir pekan maupun hari biasa. Namun, laporan resmi dari pengusaha tidak mencerminkan realitas tersebut,” tegas Basdir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai praktik manipulasi laporan ini berpotensi merugikan daerah karena masuk kategori penggelapan pendapatan. “Kalau data setoran tidak sesuai, ini sama saja membohongi publik dan bisa dikategorikan sebagai upaya menghindari kewajiban pajak,” ujarnya.
Dalam rapat, terungkap setoran parkir sejumlah usaha yang dianggap tidak logis. Kafe Heaven hanya menyetor Rp300 ribu per bulan, ruuma.id Rp15 ribu per hari, dan Daun Coffee Rp500 ribu per bulan. Sementara beberapa tempat seperti Agung Kafe, Karma, Helen’s Metro Tanjung Bunga, dan Grind & Pull bahkan tidak tercatat dalam sistem PD Parkir.
Selain soal parkir, Basdir juga menyoroti pelanggaran izin usaha, khususnya penjualan minuman beralkohol tanpa izin resmi. “Harus ada keterbukaan dari pengusaha. Kehadiran DPRD bukan untuk menghambat, tetapi untuk memastikan usaha berjalan sesuai aturan,” tambahnya.
Ketua Komisi B DPRD Makassar, Ismail, menekankan bahwa RDP ini merupakan tindak lanjut atas banyaknya keluhan masyarakat. Ia menyoroti keberadaan usaha hiburan yang berdiri di kawasan permukiman tanpa izin sah.
“Banyak laporan warga masuk, bahkan ada demonstrasi menolak keberadaan usaha-usaha ini. Rumah penduduk diubah jadi tempat usaha tanpa perizinan jelas. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Ismail.
Menurutnya, koordinasi lintas instansi sangat diperlukan agar perizinan, retribusi, dan pengawasan usaha bisa selaras dengan kondisi di lapangan. “Kami minta agar ke depan, seluruh pelaku usaha wajib berkoordinasi langsung dengan instansi terkait. Tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ismail juga mengingatkan soal kesesuaian lahan dan aktivitas usaha. “Jangan sampai lokasi yang sempit dipaksakan untuk menjadi tempat usaha besar, itu berisiko secara sosial dan administratif,” tandasnya.
Sementara itu, Plt Direktur Utama PD Parkir Makassar Raya, Adi Rasyid Ali, mengakui masih lemahnya basis data unit usaha sehingga menyulitkan pengawasan dan optimalisasi pendapatan.
“Hingga kini kami belum punya basis data lengkap. Ini yang membuat pengawasan dan optimalisasi retribusi menjadi sulit. Saya sudah perintahkan untuk segera mendata ulang seluruh lokasi usaha, termasuk keberadaan juru parkir, sistem pembayaran, hingga volume kendaraan,” jelas Adi.
Adi juga menyampaikan rencana digitalisasi sistem parkir. “Semua juru parkir akan disertifikasi. Kami juga sudah menjalin kerja sama dengan Bank Indonesia, BRI, dan BCA untuk integrasi sistem pembayaran digital melalui QRIS. Ini untuk memastikan transparansi dan mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD),” paparnya.
Dengan reformasi tata kelola parkir ini, PD Parkir berharap potensi pendapatan bisa meningkat sekaligus menciptakan iklim usaha yang sehat dan patuh aturan.
Komisi B DPRD Makassar memastikan akan terus mengawasi implementasi kebijakan ini. Mereka menegaskan seluruh pihak terkait harus menjalankan tugas sesuai kewenangan agar praktik serupa tidak kembali terjadi.







