Lontaran.com Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima kembali digelar dalam Angkatan VIII. Kegiatan ini berlangsung di Royal Bay Hotel Makassar, Jl. Sultan Hasanuddin No.24, dengan menghadirkan dua narasumber utama dan dipandu oleh moderator Muhammad Ramli.

Acara ini dibuka oleh Anggota DPRD Kota Makassar, H. Rachmat Taqwa Qurais, SE., SH., MH., yang menegaskan pentingnya pengetahuan masyarakat terhadap Perda ini sebagai salah satu instrumen hukum dalam menjaga keteraturan dan keadilan sosial di ruang publik. “Perda ini bukan untuk membatasi rezeki pedagang kaki lima, tapi justru membina agar lebih tertib dan produktif,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Narasumber pertama, Hj. Kamla, menyampaikan bahwa pembinaan terhadap pedagang kaki lima harus dilakukan secara humanis dan bertahap. Menurutnya, pemahaman aturan akan membuat pedagang merasa lebih aman dalam menjalankan usaha. “Ketika mereka tahu hak dan kewajibannya, mereka tidak akan merasa dikejar-kejar aparat,” ujarnya. Ia juga menambahkan, “Kita ingin menciptakan ruang usaha yang bersih, tertib, dan tidak merugikan pengguna jalan lainnya.”
Sementara itu, narasumber kedua, Nasrul, SE, lebih menyoroti aspek regulasi dan dampak ekonomi dari keberadaan pedagang kaki lima. Ia menjelaskan bahwa Perda ini memberi ruang legalisasi bagi PKL untuk berkembang dalam koridor hukum. “Kita harus berpikir jangka panjang, jangan hanya memindahkan, tapi membina,” jelasnya. Ia menambahkan, “Pedagang kaki lima adalah bagian dari denyut ekonomi kota, jadi pembinaannya harus berbasis data dan pendekatan sosial.”
Moderator Muhammad Ramli memandu jalannya diskusi dengan tenang dan sistematis. Ia membuka sesi tanya jawab dengan memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat dan pertanyaan secara langsung kepada narasumber.
Salah satu peserta menanyakan, “Bagaimana nasib pedagang yang selama ini berdagang di trotoar karena tidak ada tempat lain?” Pertanyaan ini dijawab Hj. Kamla dengan menekankan bahwa pemerintah tengah menyiapkan zona khusus yang lebih layak bagi para pedagang agar tetap bisa mencari nafkah tanpa mengganggu ketertiban umum.
Pertanyaan lain dari peserta menyoroti aspek penegakan hukum, “Apa jaminan bahwa penertiban tidak disalahgunakan oleh oknum?” Menanggapi hal ini, Nasrul menjelaskan bahwa pengawasan akan diperkuat, dan segala bentuk penindakan harus sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Tidak boleh ada penertiban yang menindas, semua harus proporsional,” tegasnya.
Suasana diskusi berlangsung hangat, dengan peserta aktif memberikan masukan dan pengalaman langsung mereka sebagai pelaku usaha di lapangan. Banyak yang mengharapkan adanya pendampingan nyata dari pemerintah dan bukan hanya himbauan semata.
Kegiatan sosialisasi ini juga dirangkaikan dengan pembagian materi cetak Perda dan simulasi tata cara berdagang yang sesuai aturan. Para peserta terlihat antusias, bahkan sebagian besar berharap kegiatan seperti ini rutin dilakukan agar mereka terus mendapatkan informasi terbaru.
Sebagai penutup, H. Rachmat Taqwa Qurais menyampaikan apresiasi kepada semua peserta yang hadir dan berharap bahwa kegiatan ini dapat menjadi awal dari kolaborasi nyata antara pemerintah dan pelaku usaha informal. “Mari kita jaga kota ini bersama, dengan aturan yang adil untuk semua,” pungkasnya.







